Jumat, 25 Maret 2011

Teh Celup (Tugas MP Pak Ujang)... Dari Buku Pemasaran Strategik Bab 13


ANALISIS HUBUNGAN ANTARA PESEPSI POPULARITAS, PERSEPSI KUALITAS, PERSEPSI HARGA DENGAN MEREK TEH CELUP YANG DIKONSUMSI

Ringkasan Bab 13 dari buku: Pemasaran Strategik; Strategi untuk Pertumbuhan Perusahaan dalam Penciptaan Nilai bagi Pemegang Saham (Sumarwan,Ujang dkk. 2009. Inti Prima. Jakarta)

By: Prof.Dr.Ujang Sumarwan


PENDAHULUAN

Teeh komoditas pertanian penting, nilai ekonomis besar
Teh Celup dikemas dala bentuk paper bag yang praktis
Beredar dalam berbagai merek
Tiap mh komoditas pertanian penting, nilai ekonomis besar
Teh Celup dikemas dala bentuk paper bag yang praktis
Beredar dalam berbagai merek
Tiap merek melakukan berbagai promosi
Promosi akan membentuk persepsi konsumen
Persepsi terhadap; pipularitas, kualitas dan harga

TUJUAN PENELITIAN

Menganalisis persesi konsumen terhadap kualitas dan harga berbagai merek teh celup
Menganalisis berbagai merek the celup yang dikonsumsi
Menganalisis jumlah pengeluaran untuk membeli teh celup
Mengalisis hubungan persepsi popularitas, persepsi kualitas, persepsi harga, dan merek teh celup yang dikonsumsi

KERANGKA PEMIKIRAN

Persepsi adalah suatu kesan konsumen terhadap suatu objek, sbg akibat menerima informasi ttg objek tersebut, memperhatikan infprmasi dan objek dan memahami informasi tersebut (Sumarwan, 2002)
Ekuitas Merek adalah nilai yg dikandung oleh sebuah merek, nama atau simbol sebuah produk/ jasa yg sangat bermanfaat bagi pelanggan maupun produsen (Durianto dkk, 2001)

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di kampus MMA MB IPB Bogor. Sebagian res[onden diwawancarai tahun 2001 dan sebagian tahun 2002
Desain penelitian: survei, dengan unsur contoh (sampling element) individu konsumen
Sampling unit: mahasiswa MMA MB IPB yg sedang aktif kuliah. Daftar hadir dijadikan sbg sampling frame





HASIL DAN PEMBAHASAN


PERSEPSI POPULARITAS MEREK

Top of mind: SariWangi (83 % )
Diikuti Sosro = 12 %
Popularits SariWangi sangat tinggi, menunjukkan hasil dari promosi dan periklanan yg konsisten dan efektif oleh PT. Unilever Indonesia
Tahun 1995 Teh celup SariWangi belum begitu populer. Sejak 1990 kerjasama dengan PT Unilever Indonesia,persepsi konsumen menjadi sangat kuat

PERSEPSI KUALITAS

SariWangi (58%) >>> Paling berkualitas
Sosro : 15 5
Lipton : 10 %
Tong Dji: 6 %

Program promosi SariWangi yang mampu memposisikan SariWangi sebagai merek paling populer juga mampu membentuk citra kualitas yang baik di benak konsumen

Terdapat konsistensi antara merek yg dianggap paling populer dan merek yg paling berkualitas

Alasan menyatakan pilihan kualitas:
Rasa : 30 %
Aroma dan wangi: 23 %
Kualitas (tidak bisa mengungkap lebih rinci): 5 %

PERSEPSI HARGA

Terdapat konsistensi posisi SariWangi menurut persepsi konsumen yang diannggap paling populer, paling berkualitas, dan paling mahal


SariWangi memiliki brand equity yg kuat.
Tidak semua responden yg menilai SariWangi paling populer, juga menilai paling berkualitas
Tidak semua yang menilai SariWangi paling berkualitas tidak seluruhnya menilai SariWangi paling mahal.

Artinya merek yang dianggap paling populer belum tentu dianggap berkualitas dan merek yang dianggap berkualitas belum tentu dipersepsikan sebagai merek yang paling mahal

Konsumen seringkali menggunakan harga yang mahal sebagai indikator kualitas suatu produk jika informasi lain tidak diketahui.

“SariWangi dianggap mahal dan dianggap berkualitas”


MEREK TEh CELUP YANG DIKONSUMSI

SariWangi masih menempati posisi teratas sebagai merek yang paling sering diminum (68 %,)Sosro; 18 %, Tong Tji; 3 %
Data ini konsisten dengan persepsi popularitas, kualitas dan harga. Menujukkan adanya keterkaitan antara persepsi popularitas, kualitas, harga dan merek yang dikonsumsi
Namun harus diiingat bahwa Konsumen yg menganggap SariWangi paling populer belum tentu mengkonsumsi SariWangi. Ada 82 % responden menilai SariWangi paling populer tapi yg mengkonsumsi hanya 68 %

JUMLAH PENGELUARAN UNTUK MEMBELI TEh CELUP

Harga SariWangi per 25 bag berkisar Rp.3.400 – Rp. 3.700,- sehingga rumah tangga responden rata-rata mengkonsumsi antara 75 – 100 bag per bulan
Rata-rata pengeluaran per kapita per minggu untuk membeli teh adalah Rp. 750,-
22 % persen responden tidak mengetahui jumlah pengeluaran untuk membeli teh celup (termasuk yang menulis nol rupiah). Mungkin mereka bukan pengambil keputusan atau yang membeli the tersebut

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI POPULARITAS, KUALITAS, HARGA MAHAL DAN MEREK YANG DIPAKAI RESPONDEN

X2 hitung (29,2336) > X2 tabel (6,63) pada taraf nyata α = 0,01 dan derajat bebas (df) = 1.
Hipotesis Ho: tidak ada hubungan antara persepsi polpularitas merek dengan merek yang dipakai ditolak
Berarti terdapat hubungan yang nyata antara persepsi popularitas merek dengan merek teh celup yang diminum

Pada data berikutnya Hipoteris Ho: tidak ada hubungan antara persepsi kualitas merek dengan merek yang diminum juga ditolak.
Berarti terdapat hubungan yang nyata antara persepsi kualitas merek dengan merek teh celup yang diminum

Hipoteris Ho: tidak ada hubungan antara persepsi harga dengan merek yang diminum, diterima.
Berarti tidak terdapat hubungan yang nyata antara persepsi harga dengan merek teh celup yang diminum

Pada data hubungan antara persepsi popularitas dengan persepsi kualitas dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan nyata antara persepsi popularitas merek dengan persepsi kualitas teh celup
Sebagian besar responden yang menyatakan bahwa SariWangi sangat populer juga menyatakan SariWangi merek teh celup yg berkulitas

Dalam hal hubungan persepsi harga dengan persepsi kualitas, disimpulakn tidak terdapat hubungan yang nyata antara persepsi harga dengan persepsi kualitas teh celup
Ini menunjukkan bahwa persepsi harga yang mahal bukanlah satu-satunya indikator persepsi kualitas suatu merek.
Responden juga menggunakan rasa dan aroma sebagai indikator kualitas produk


Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi popularitas merek dengan persepsi harga teh
Ini menunjukkan bahwa suatu merek yang sangat populer tidak berarti dipersepsikan sebagai merek yang mahal

KESIMPULAN

Merek teh celup yang dipersepsikan paling populer, paling berkualitas, paling mahal oleh sebagian besar responden adalah SariWangi
2. Jumlah responden yang menyatakan SariWangi paling mahal lebih sedikit dibanding yang menyatakan paling populer dan paling berkualitas. Artinya masih ada merek lain yang lebih mahal.

Sebagian besar responden mengkonsumsi teh celup SariWangi. Ini menunjukkan bahwa SariWangi adalah pemimpin pasar di kalangan responden
4. Teh celup SariWangi memiliki nilai merek (ekuitas merek) yang sangat tinggi
5. Terdapat hubungan yang nyata antara persepsi popularitas dengan merek yang dikonsumsi, antara persepsi kualitas dengan merek yang dikonsumsi. Namun tidak terdapat hubungan nyata antara persepsi harga dengan merek yang dikonsumsi.
Terdapat hubungan nyata antara persepsi popularitas dengan persepsi kualitas. Sebaliknya tidak tidak ditemukan hubungan nyata antar persepsi popularitas dengan persepsi harga dan persepsi harga dengan persepsi kualitas.

IMPLIKASI

Membangun citra merek adalah sangat penting, karena akan membentuk persepsi positif terhadap merek yang akan memberikan keyakinan dan dorongan pada konsumen untuk mengkonsumsi merek tersebut
Produsen yang telah memiliki ekuitas merek yang tinggi harus mempertahankan nilai mereknya dan yang belum memiliki ekuitas merek yang baik harus berusaha melakukan berbagai program pemasaran

PEDRI KASMAN BIN NURDIN: Pertanian Modern

PEDRI KASMAN BIN NURDIN: Pertanian Modern

Sabtu, 19 Maret 2011

Pertanian Modern

Konsep Pertanian Modern

 
Sejak awal dikembangkannya pertanian di bumi ini, konsep pertamanya adalah pemenuhan kebutuhan pangan manusia. Dicarilah berbagai cara agar supaya pangan yang ada di dunia ini tetap lestari dan tidak habis. Kehidupan purba memulainya dengan ditandainya perubahan pola hidup dari berladang dan berpindah menjadi menetap di suatu daerah. Pada konsep awal ini, pertanian menjadi sektor dasar yang merupakan pijakan dari sektor-sektor lain karena ini memang suatu ‘fitrah’ dari sektor berbasis sumber daya seperti pertanian. Hal ini menyebabkan pertanian terintegrasi cukup baik ke dalam kebijakan ekonomi makro. Oleh karena itu, pada tataran konsep dasar ini, pertanian bisa berkembang pesat. Bahkan negara-negara yang memiliki basis sumber daya kuat seperti Indonesiabisa mencapai swasembada pangan. Dalam Arifin (2004), Pada era 1970-an Indonesia cukup berhasil membangun fondasi atau basis pertumbuhan ekonomi yang baik setelah pembangunan pertanian terintegrasi cukup baik ke dalam kebijakan ekonomi makro. Hasil besar yang secara nyata yang dirasakan langsung oleh masyarakat banyak adalah terpenuhinya kebutuhan pangan secara mandiri (swasembada) pada pertengahan 1980-an.
Kemudian, konsep selanjutnya mulai berkembang, yaitu konsep pemuliaan spesies pertanian yang mencari varietas-varietas yang memiliki keunggulan tersendiri dan lebih menguntungkan manusia. Konsep ini muncul sebagai bagian dari peningkatan kualitas setelah adanya peningkatan kuantitas dari konsep pertama. Didapatlah varietas-varietas dengan keunggulan tertentu, seperti enak rasanya, banyak hasil panennya dalam sekali masa tanam, menghasilkan daging atau susu yang banyak dan berkualitas, dan tahan terhadap hama dan penyakit.
Kedua konsep ini dapat dikatakan sebagai konsep dasar pertanian yang walau berubah seperti apapun kehidupan di muka bumi ini, kedua konsep akan terus dipakai.
Kini, konsep pertanian modern bukan hanya membahas usaha untuk pemenuhan kebutuhan pangan manusia dan pemuliaan spesies pertanian, tetapi sudah lebih ke arah bagaimana cara optimalisasi usahatani untuk menghasilkan bahan pangan yang bermutu, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Di dalamnya juga termasuk usaha peningkatan teknologi pertanian agar pertanian berjalan lebih efektif dan efisien. Inilah perkembangan konsep pertanian selanjutnya. Konsep ini merupakan penggabungan dari dua konsep awal yang terkesan berjalan sendiri-sendiri Pada awalnya terlihat kurang adanya keterkaitan yang erat antara riset dan pengembangan teknologi pertanian dengan peningkatan hasil panen di lapangan. Seiring berjalannya waktu mulai ada harmonisasi keduanya dan hal ini sudah mulai terlihat di tahun 2008 ini. Triwulan II 2008 ini PDB sektor pertanian meningkat 5,1% dari Triwulan I. Hal ini seiring dengan tingginya nilai ekspor hasil pertanian periode Januari-Juni 2008 yang meningkat 50,13% dibanding periode yang sama tahun lalu. Inilah bukti dari optimalisasi usahatani di Indonesia berhasil. Tingginya nilai ekspor hasil pertanian indonesia juga menandakan bahwa kualitas produk pertanian kita sudah sesuai dengan standar kualitas internasional. Baiknya kualitas dan kuantitas produk pertanian Indonesia merupakan hasil dari konsep pertanian modern yang diterapkan di Indonesia.
Konsep optimalisasi usahatani ini dijabarkan oleh sebuah sistem terpadu yang mampu melingkupi semua sektor, termasuk industri, dan mengaitkannya menjadi sebuah rantai perekonomian Indonesia. Sistem ini merupakan penerapan dari konsep pertanian modern, yaitu agribisnis. Sistem agribisnis merupakan sistem yang terdapat keterkaitan erat antar subsistem agribisnis mulai dari hulu hingga jasa penunjang dan menopang satu sama lain. Sistem agribisnis merupakan konsep yang lebih konkrit dan komprehensif untuk pengembangan sektor pertanian ke arah yang lebih baik. Dengan adanya sistem ini, pengembangan komoditas-komoditas pertanian Indonesia pun menjadi lebih fokus karena setiap komoditas memiliki subsistem agribisnis yang berbeda-beda. Sistem ini juga mampu menggerakkan pemerintah untuk lebih giat mengeluarkan kebijakan yang pro terhadap pertanian rakyat dan dunia perbankan agar lebih ‘ramah’ terhadap petani dalam hal kredit karena keduanya masuk sebagai salah satu subsistem agribisnis, yaitu subsistem jasa penunjang yang bergerak bersama-sama subsistem yang lainnya.
Setelah perjuangan penuh manusia untuk merancang konsep pertanian modern untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tanpa batas, kini berkembang lagi konsep pertanian baru yang semakin menunjukkan kebutuhan manusia yang tanpa batas. Pengembangan sektor pertanian ke arah yang lebih lanjut adalah untuk usaha pemenuhan energi. Sumber daya alam yang semakin terbatas, terutama sumber energi, membuat manusia kembali mengandalkan pertanian sebagai penghasil sumber energi alternatif. Belakangan sudah dikembangkan biofuel di Brazil dengan memanfaatkan tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas) dan sudah mulai dikembangkan pula oleh negara lain.
Semua hal diatas mengenai konsep pertanian berhubungan erat dengan pemenuhan kebutuhan manusia yang tanpa batas. Padahal, sumber daya yang tersedia sudah pasti ada batasnya dan suatu saat akan habis. Untuk kepentingan yang sangat vital inilah sektor pertanian kini sudah terpolitisasi. Apalagi di Indonesia yang mayoritas warganya berlatar belakang pertanian atau berhubungan dengan sektor pertanian.
Pangan pada hakikatnya akan selalu dibutuhkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Oleh karena itu, sektor pertanian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari suatu negara. Tabiat manusia yang kebutuhannya tanpa batas harus dikendalikan semaksimal mungkin karena alam memiliki keterbatasan. Jika hal itu tidak sesegera mungkin dilakukan, bukan tidak mungkin manusia akan punah sebelum waktu yang ditentukan-Nya. [Pejuang Jun]

Diposting dari: http://www.shs-seed.com/index.php?option=com_content&task=view&id=170&Itemid=141